Gowa, baktionline.id
Gerakan Rakyat Menuju Bungaya (GERAM) menggelar aksi besar-besaran menolak progres pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Je’nelata, kamis, 2 Oktober 2025.
Massa yang diperkirakan mencapai ribuan orang memadati kawasan proyek dengan tuntutan agar pemerintah dan pihak pengembang menghentikan seluruh aktivitas pembangunan sebelum adanya kepastian hukum terkait pembebasan lahan warga yang terdampak.
Massa mengecam lalu lintas kendaraan proyek yang kerap melintasi pemukiman di Desa Moncongloe dan Bilalang.
Aktivitas itu dinilai tidak hanya meresahkan warga, tetapi juga mengancam keselamatan anak-anak sekolah serta menimbulkan potensi konflik horizontal di masyarakat.
Jenderal Lapangan, Hendra, menegaskan situasi yang terjadi merupakan akibat dari absennya kepastian hukum atas status lahan warga.
“Kegaduhan yang terjadi di lokasi PSN Bendungan Je’nelata adalah bukti nyata ketidakpastian hukum terkait pembebasan lahan warga. Aksi demonstrasi dan penghentian progres sementara adalah bentuk representasi atas ketidakjelasan kapan pembebasan dilakukan, sementara progres inti di lapangan terus berjalan,” tegasnya.

Selain menyoroti soal pembebasan lahan, massa aksi mendesak seluruh perusahaan yang terlibat agar mengutamakan pekerja lokal dengan kontrak kerja yang jelas guna menghindari pemutusan kerja sepihak. Mereka juga menuntut manajemen proyek meningkatkan penerapan prinsip safety first demi keselamatan para pekerja, serta mengusut dugaan praktik mafia tambang ilegal yang disebut berafiliasi dengan PT. Garton.
Aksi ini dipandang sebagai peringatan keras atas lemahnya pengawasan pemerintah terhadap proyek strategis nasional, yang seharusnya berdiri di atas asas kepastian hukum, keselamatan publik, dan keberpihakan pada masyarakat terdampak.
Sebagai tindak lanjut, massa aksi dijanjikan bahwa dalam sepekan kedepan akan digelar pertemuan khusus di kantor camat bersama pihak pemerintah daerah, Kepala Balai, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna membahas kejelasan persoalan lahan dan tuntutan masyarakat.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BBWS Pompengan Jeneberang, Andi Ratmiadi, mengaku dana Rp128 miliar sudah tersedia untuk pembayaran ganti rugi. Namun, proses administrasi di Panitia Pengadaan Tanah (P2T) membuat pencairan tersendat.
“DIPA kami ada, sekitar Rp128 miliar. Namun prosesnya dinamis, tergantung kelengkapan data dari P2T. Kami sudah koordinasi, tapi mereka sangat hati-hati dalam verifikasi,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
Ratmiadi menargetkan 77 bidang tanah ditambah 29 bidang lain bisa dibayarkan paling lambat akhir November setelah penilaian KJPP selesai. Dia pun menegaskan bahwa jika anggaran kurang, pihaknya siap melapor kepusat untuk tambahan
(Bawa Karaeng, Isra)














